Kamis, 30 Mei 2013

MICROARRAYS UNTUK PENELITIAN PENYAKIT ASMA


DNA microarray adalah teknologi yang digunakan untuk melihat urutan sekuens asam nukleat yang berada pada lokasi tertentu dan dapat digunakan untuk menganalisa beribu-ribu sampel pada waktu yang bersamaan. Prinsipnya adalah mengandalkan kemampuan DNA sampel yang telah dilabel dengan zat fluorescent untuk melakukan rekombinasi dengan probe yang telah ada pada chip microarray. Microarray merupakan suatu array DNA yang ukuran diameter dari spot DNA kurang dari 250 microns. Teknik microarray ini menggunakan sampel yang diberi label flurescent yang dapat berpendar pada panjang gelombang tertentu. Pewarna yang biasa digunakan adalah Cy3 dan Cy5. Dengan pewarna ini, dapat dideteksi perbedaan ekspresi genetik antara dua sampel berbeda misalnya sampel orang sehat dan penderita kanker. Microarray DNA ini juga biasa disebut sebagai DNA Chip. DNA Chip terdiri dari ribuan deret DNA yang tercetak dalam array densitas tinggi pada sebuah slide seukuran gelas mikroskop menggunakan suatu teknik yang disebut sebagai robotic arrayer.

Sample yang dianalisa terdiri atas dua kelompok sample DNA atau RNA yang akan dipelajari perbedaan hibridasisasinya terhadap probe pada slide. Khusus untuk sampel dalam bentuk mRNA, maka perlu ditranskripsi balik terlebjih dahulu menjadi cDNA. Setelah proses hibridisasi, kemudian dilakukan scanning image dari slides array DNA dengan menggunakan scanner untuk memperoleh pengukuran intensitas fluoresensi.
Asma (Asthma) adalah salah satu penyakit alergi serius yang muncul karena disebabkan sifat genetic dan faktor lingkungan seperti allergen (penyebab alergi), infeksi saluran pencernaan, dan polusi udara. Asma paling banyak berhubungan dengan atopy, suatu kecenderungan untuk meningkatkan immunoglobulin (Ig)-E menghadapi allergen dari lingkungan (Tzouvelekis et al 2004).
Dalam beberapa tahun dianggap nitrit oksida dengan inducible NO synthase (iNOS) memegang peranan penting pada peradangan termasuk asma. Namun studi terbaru menunjukkan bronchodilating constitutive NOS (cNOS)-turunan NO penting dalam menginduksi allergen-hyperresponsiveness. Meskipun begitu beberapa mekanisme yang bertujuan untuk menurunkan aktivitas cNOS, menurunkan keberadaan substrat karena adanya kombinasi dari peningkatan aktivitas arginase dan penurunan pengambilan l-arginine oleh sel, menunjukkan peranan kunci.
Dengan menggunakan model asma yang diinduksi dengan allergen dan cara berbeda, diidentifikasi adanya 6,5% dari genom yang diuji terdapat perubahan ekspresi gen pada paru-paru penderita asma. Khususnya dua model dengan sifat fenotip yang mirip pada eksperimen menunjukkan profil transkrip yang berbeda. Gen yang berhubungan dengan metabolisme  dengan asam amino dasar, secara spesifik asam amino kationik transporter 2, arginase I, dan arginase II, yang paling menunjukkan tanda gen penyebab asma. Pada hibridisasi in situ mendemonstrasikan penandaan arginase I, khususnya pada luka peradangan submocosal. Aktivitas arginase meningkat pada partu-paru yang diinduksi dengan allergen dengan meningkatnya aktivitas enzim, peningkatan kadar putresin, dan produk akhir. Berdasarkan kemampuan arginase untuk meregulasi nitrit oksida, poliamina dan kolagen, hasil ini menetapkan dasar dari farmakologi untuk menjadikan metabolisme arginine sebagai target pada kelainan alergi.
Metode yang digunakan dimulai dari eksperimen penginduksian asma, preparasi RNA dan hibridisasi microarray, analisis data microarray, Northern blot dan analisis RT-PCR, Hibridisasi in situ pada paru-paru tikus, Immunohistochemistry, aktifitas Arginase, tingkat Putrescine, analisis sampel paru-paru manusia, kemudian dengan hasil analisis DNA microarray diidentifikasi lah bagian genom yang terkait dengan penyakit asma. Pada hasil data microarray menunjukkan dua jumlah dari ekspresi gen yang digunakan berbeda nyata dan berbeda rata-rata secara statistik.
Sumber : Sciencebiotech.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar